Tuberkulosis Paru (TB Paru)

DEFINISI

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia.Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India danChina dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan bahwa Tuberkulosis /TBC merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakanpenyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance memperkirakan diIndonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun.Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paruyang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia.Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan,penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
PATOGENESIS
Proses penularan melalui inhalasi droplet nuclei yang berisi kuman Mycobacterium tuberculosis.Tuberkulosis paru paska primer dapat terjadi melalui salah satu dari mekanisme:
1. Perkembangan langsung penyakit primer.
2. Reaktivasi penyakit primer yang tenang.
3. Penyebaran hematogen ke paru.
4. Reinfeksi eksogen.
PATOLOGI
Lesi tuberkulosis dapat dalam bentuk 4 lesi dasar:

1. Lesi Eksudatif. Merupakan reaksi hipersensitif.
2. Lesi Proliferatif. Merupakan kelanjutan lesi eksudatif, yaitu timbul nekrosis pengejuan yang dikelilingi oleh jaringan granulasi tuberkulosis.
3. Kaviti. Bila jaringan keju dari proses proliferatif menair, dan menembus bronkus, maka jaringan keju cair akan dikeluarkan, sehingga meninggalkan sisa kaviti. Kaviti ini lebih penting dari pada proses tuberkulosis sendiri, karena merupakan sumber kuman dan sumber batuk darahprofus.
4. Tuberkuloma.Bila lesi proliferatif dibungkus kapsul jaringan ikat, maka proses menjadi tidak aktif. Pada tuberkulosis paru paska primer selalu terjadi remisi dan eksaserbasi, maka pada tempat proses selalu terdapat campuran lesi dasar ditambah dengan proses fibrotik(penyembuhan). Lokasi proses tuberkulosis paru paska primer adalah: Apikal atau segmen posterior lobus superior atau segmen superior lobus inferior dan jarang dijumpai di tempat lain.Pada penderita diabetes melitus sering dijumpai tuberkulosis pada paru lobus inferior (lower lungfield). Penyebaran/perluasan proses tuberkulosis:

1. Ke parenkim paru sekitar.
2. Ke pleura: menyebabkan pleuritis atau efusi pleura dan empiema.
3. Ke saluran napas: menimbulkan endobronkial tuberkulosis.
4. Melalui pembuluh darah dan saluran limfe: menimbulkan penyebaran hematogen dan limfogen.

GEJALA KLINIS
Keluhan: Khas dengan batuk > 2 minggu disertai berat badan yang menurun. Sistemik: Panas badan (sumer), nafsu makan menurun, berkeringat malam, mual, muntah.
Lokal paru: Batuk, batuk darah, nyeri dada/nyeri pleuritik, sesak napas bila lesi luas.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tidak spesifik. Bila kelainan paru minimal atau sedang, pemeriksaan fisik mungkin normal. Bisa dijumpai tanda-tanda konsolidasi, deviasi trakea/mediastinum ke sisi paru dengankerusakan terberat, efusi pleura (redup, suara napas menurun).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
Darah lengkap: LED meningkat, dapat anemia, lekosit normal atau sedikit meningkat, hitung jenisbergeser ke kanan (peningkatan mononuklear).
Sputum:
1. Hapusan basil tahan asam (BTA) dengan pengecatan ZN atau fluoresens.
2. Kultur: Untuk identifikasi basil dan uji resistensi obat anti tuberkulosis.
RadiologisGambaran radiologis dapat berupa:
> Ill define air space shadowing
> Kaviti dengan dinding tebal dikelilingi konsolidasi
> Millet seed like appearance / granuler pada tuberkulosis milier. Lokasi lesi pada umumnya sesuai dengan lokasi lesi tuberkulosis pasca primer. Namun demikiankadang penampakan lesi pada foto toraks tidak spesifik (seperti tumor), sehingga sering dikatakanbahwa tuberkulosis merupakan the great imitator.Untuk kepentingan klinis maka lesi tuberkulosis berdasarkan foto toraks dibagi menjadi 2 kategori:
1. Lesi minimal (minimal lesion)
 Bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru, dengan luas tidak lebih dari volumeparu yang terletak di atas chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V (sela iga II) dan tidak dijumpai kaviti.2. Lesi luas (far advanced lesion), Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

DIAGNOSIS

1. Diagnosis Klinis
Diagnosis tuberkulosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik.
2. Diagnosis Bakteriologik Ditemukan basil tahan asam dalam sputum. Dalam kerangka DOTS (directly observed treatment short course) WHO, maka diagnosis bakteriologik merupakan komponen penting dalam diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosis, dengan cara 3 kali pemeriksaan hapusan basil tahan asam dari sputum (SPS =sewaktu, pagi, sewaktu).
3. Diagnosis radiologisGambaran radiologis konsisten sebagai gambaran TB paru aktif.
DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia
2. Abses paru
3. Kanker paru
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi
PENYULIT
a. Pleuritis sika
b. Efusi pleura
c. Empiema
d. Laringitis tuberkulosis
e. Tuberkulosis pada organ lain
f. Kor pulmonale

PENATALAKSANAAN

1) Memperbaiki keadaan umum seperti nutrisi, keseimbangan cairan.
2) Strategi penatalaksanaan menurut DOTS WHO meliputi:
a. Komitmen pemerintah dalam mengontrol TB.
b. Deteksi kasus dengan pemeriksaan hapusan BTA sputum
c. Kemoterapi standar jangka pendek (6-8 bulan) dengan pengawasan minum obat.
d. Kesinambungan ketersediaan obat anti tuberkulosis
e. Sistem pencatatan dan pelaporan standar.

Kategori terapi TB

Penderita TB

Alternatif regimen terapi TB

Fase inisial (setiap hari atau 3x/minggu)

Fase lanjutan (setiap hari atau 3x/minggu)

I

-Kasus baru – BTA positif-Kasus baru – BTA negatif
-Konkominta HIV berat atau

– TB ekstrapulomner berat

2 RHZE (RHZS) 4 RH
6 HE

II

Sputum hapusan positf
-Kambuh-Gagal terapi

-Putus berobat

2 RHZES + 1 RHZE 5 R3H3E3

III

-Kasus baru – BTA negatif selain kategori I- TB ekstrapulmoner tidak berat 2 RHZE* 4 RH6 HE

IV

Kasus kronis Merujuk panduan WHO menggunakan second line drug
* Ethambutol dapat dihilangkan pada fase inisial pada penderita nonkavitas, TB paru BTAnegatif dengan HIV negatif, penderita dengan basil suseptibel obat, anak muda dengan TBprimer.
PROGNOSIS
Tergantung pada luas proses, saat mulai pengobatan, kepatuhan penderita mengikuti aturanpenggunaan dan cara pengobatan yang digunakan.

Ditandai:, ,

Tinggalkan komentar